JAKARTA – Dunia politik kembali dihebohkan dengan polemik anggaran yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kenaikan dana reses anggota DPR belakangan ini menjadi perbincangan panas di tengah isu pemotongan Dana Transfer Khusus Daerah (TKD) oleh pemerintah.
Sejumlah media melaporkan adanya kenaikan signifikan pada dana reses yang diterima anggota Dewan. Namun, Pimpinan DPR segera membantah kabar kenaikan ini.
Pihak administrasi DPR, melalui Sekretariat Jenderal, kemudian memberikan klarifikasi yang mengejutkan. Mereka menyatakan bahwa kenaikan tersebut merupakan kesalahan teknis atau ‘salah transfer’ dari kesekjenan, dan bukan merupakan kebijakan kenaikan anggaran yang disetujui.
Isu dana reses ini kian memanas karena bertepatan dengan rencana pemerintah memangkas anggaran TKD sebesar triliunan rupiah untuk tahun 2026.
Pemotongan anggaran daerah ini kabarnya akan dialihkan untuk mendanai program-program prioritas nasional, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan sekolah rakyat.
Anggota Komisi II DPR telah meminta pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi anggaran menyusul pemangkasan TKD ini.
Di sisi lain, kritikan tajam datang dari berbagai kalangan, termasuk organisasi masyarakat sipil dan pakar hukum tata negara, yang menilai kenaikan dana aspirasi atau reses DPR yang kontroversial ini sangat tidak etis di tengah upaya penghematan anggaran negara dan pemangkasan dana untuk pembangunan di daerah.
Publik kini menanti transparansi penuh dan langkah konkret dari DPR untuk menyelesaikan polemik “salah transfer” ini, sekaligus mengawal kejelasan penggunaan anggaran daerah dan program prioritas nasional yang menjadi sumber ketegangan baru.
(Red)







