Buseronlinenews

Pakar UGM Minta Pemerintah Perbarui Vaksin Influenza, Kasus Naik 55 Persen

Vaksin Influenza

Yogyakarta – Guru Besar Mikrobiologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Tri Wibawa, mengingatkan pemerintah agar segera memperbarui vaksin influenza menyusul meningkatnya kasus flu di Indonesia dalam sebulan terakhir.

Menurut Tri, vaksin influenza seharusnya disesuaikan secara berkala setiap musim, mengikuti hasil pemantauan global terhadap jenis virus yang beredar.

“Vaksin influenza idealnya diperbaharui setiap tahun karena sifat virus yang sangat mudah berubah,” ujarnya, Rabu (29/10/2025).

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan lonjakan signifikan kasus influenza. Hingga pekan ke-40 tahun 2025, jumlah pasien positif meningkat hingga 55 persen dibanding periode sebelumnya.

Tri menjelaskan, virus influenza memiliki kemampuan berevolusi sangat cepat melalui mutasi dan rekombinasi genetik antarsubtipe.

Perubahan ini dapat memunculkan varian baru yang berpotensi menurunkan efektivitas kekebalan, baik dari vaksinasi maupun infeksi alami.

“Fenomena antigenic drift dan antigenic shift menjadi penyebab utama turunnya daya lindung tubuh. Ada kemungkinan virus influenza pasca-pandemi berbeda dari varian lama, sehingga sistem imun tidak lagi mengenalinya,” jelasnya.

Ia menambahkan, lonjakan kasus juga dipicu oleh meningkatnya mobilitas masyarakat setelah pandemi serta perubahan pola cuaca.

Karena itu, pemerintah diminta memperkuat pengawasan epidemiologi, memperluas cakupan vaksinasi bagi kelompok rentan, dan mengedukasi publik tentang pola hidup bersih dan sehat.

Sementara itu, Farindira Vesti Rahmasari, dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengingatkan agar masyarakat tidak mengabaikan vaksin influenza dan pneumonia.

Menurutnya, influenza dapat berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang kini juga meningkat di berbagai daerah.

“Vaksinasi bisa mengurangi risiko infeksi berat seperti ISPA, terutama pada kelompok rentan,” katanya.

Farindira menyebut, kelompok berisiko tinggi bukan hanya balita dan lansia, tetapi juga penderita penyakit kronis dan individu dengan sistem imun lemah.

“ISPA yang tak tertangani dapat memicu komplikasi seperti bronkitis, pneumonia, hingga gagal napas,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya kewaspadaan dini, karena infeksi yang awalnya ringan bisa berkembang menjadi radang paru-paru dan bahkan menyebabkan sepsis, kondisi berbahaya yang berpotensi berujung pada kematian.

(Red)