Buseronlinenews

Mediasi LBH SDK dan SMK PGRI 2 Kudus Gagal, Perkara Berlanjut Ke Proses Hukum

KUDUS – Perkara dugaan diskriminasi terhadap anak yang menimpa seorang siswi SMK PGRI 2 Kudus, hari ini sesuai dengan surat undangan yang di kirimkan oleh Unit PPA Satreskrim Polres Kudus adalah mediasi antara pihak pelapor orang tua korban ( Nugroho Dewanto akrab di panggil Anto) di dampingi praktisi hukum Larasati, S.E, S.H, M.H, dari Lembaga Bantuan Hukum Selaras Demi Keadilan ( LBH SDK ) dengan pihak terlapor Kepala Sekolah SMK PGRI 2 Kudus Mustam Efendi, S.Pd dan Wali kelas XI Industri Kuliner 4 Ikha Muflikah di salah satu ruangan Satreskrim Polres KudusKudus, Jumat (10/10/2025).

Pentauan media buseronlinenews.com di lokasi, proses mediasi hanya berlangsung sekitar 30 menit, mengalami gagal tidak ada kesepakatan yang bisa dicapai kedua belah pihak.

Selepas mediasi awak media belum bisa mendapatkan keterangan dari pihak sekolah melalui Mustam Efendi karena dirinya enggan memberikan keterangan, berdiam sambil menghisap rokok.

Ditemui, Larasati, S,E, S.H, M.H dari LBH Selaras Demi Keadilan kepada awak media menyampaikan,” Hari ini dari laporan kita oleh Unit PPA Satreskrim Polres Kudus diadakan mediasi, ternyata tidak berhasil karena pihak terlapor tidak mau mengakui kesalahannya. Dia mengatakan kalau ini bukan merupakan suatu diskriminasi.

Padahal ini sebenarnya sudah terjadi mulai dari kelas X sudah mulai ada diskriminasi. Dan itu kita maklumi karena pihak guru sudah meminta maaf, ” ujar Laras.

Tetapi ternyata kok terulang lagi. Dan hari ini di mediasi dari laporan kita. Terlapor dari pihak Kasek Mustam Efendi juga menyampaikan kalau ini bukan diskriminasi, ” kata Laras.

Mediasi tidak mencapai kata sepakat karena pihak Sekolah (SMK PGRI 2 Kudus) merasa tidak melakukan diskriminasi kepada siswinya sebagaimana tuduhan pihak korban. “Kepala Sekolah Mustam Efendi menyimpulkan bahwa pihaknya tidak melakukan diskriminasi. Itu kan kewenangan penyidik untuk menentukan ada tidaknya diskriminasi bukan dia yang menyimpulkan,” imbuhnya.

“Juga dia menanyakan terus maunya apa,” ucap Laras.

Sebagai jembatan dari orang tua, pihak orang tua dari awal minta proses ini dilanjut karena secara psikologis anak ini sudah sangat drop sudah sempat di bawa ke psikiater. Tetapi dari pihak terlapor utama sendiri Ikha Muflikah tidak ada respon positif, tidak ada keinginan untuk coba mengkomunikasikan dengan kita, seolah-olah malah tidak bersalah.

“Mewakili pihak keluarga tetap meminta kepada penyidik untuk melanjutkan proses ini hingga tuntas. Ini perkara anak, anak adalah generasi bangsa yang harus di lindungi semua kepentingannya seperti yang sudah tertera dalam Undang-undang,” tegasnya.

Terpisah Kepala Cabang Diknas Wilayah 3 Provinsi Jateng Deyas Yani Rahmawan, S. STP. M.M menanggapi permasalahan tersebut mengatakan, ” bahwa pihaknya telah berusaha memberikan saran dan arahan agar permasalahan itu bisa segera diselesaikan dengan baik.

Adapun jika di kemudian sampai bergulir ke ranah hukum maka hal itu sudah tidak ada lagi yang bisa pihaknya lakukan kecuali memantau saja menunggu selesainya proses hukumnya nanti bagaimana untuk disikapi lebih lanjut,” jelasnya.

Untuk SLTA swasta yang bisa kami lakukan adalah pembinaan, sebab mereka bukan ASN kami tidak punya kewenangan selain pembinaan dan rekomendasi ke pimpinan,” pungkas Deyas ketika ditemui awak media pada Selasa (19/8/2025) di ruang kerjanya.

(hr)