Buseronlinenews

Diduga Langgar Hak Pendidikan, Kepala SMPN 11 Bengkalis Keluarkan 3 Siswa karena Curi Buku

Bengkalis – Kebijakan Kepala Sekolah SMP Negeri 11 Bengkalis menuai sorotan tajam dari masyarakat dan pemerhati pendidikan. Pasalnya, tiga siswa diberhentikan dari sekolah karena mengambil buku di perpustakaan sekolah Madrasah aliyah Arrosidiyah untuk dijual. Keputusan tersebut dinilai tidak sesuai dengan semangat pendidikan dan diduga melanggar hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak sebagaimana diatur dalam konstitusi.

Pada hari Kamis 16 Oktober pukul 10.00 Wib. Tim media mendatangi sekolah SMPN 11 Bengkalis untuk konfirmasi kepada Kepala sekolah hanya beberapa guru dan TU yang ada. Namun kepala sekolah belum bisa dijumpai alasan sakit. Parahnya beberapa Guru tersebut berbohong terkesan menutupi nutupi kesalahan berkonspirasi dengan kepala sekolah. Janji ingin menghubungi tiem media keesokan harinya sampai berita ini dirilis. Mereka tidak juga memberi kabar.

Berdasarkan hasil investigasi lapangan yang dihimpun media, kasus pencurian buku bekas di perpustakaan sekolah Madrasah aliyah tersebut melibatkan sepuluh siswa. Namun, laporan resmi pihak sekolah hanya mencatat enam siswa sebagai pelaku, dan dari jumlah itu, tiga di antaranya diberhentikan secara sepihak oleh pihak sekolah.

Padahal, persoalan dugaan pencurian tersebut telah diselesaikan secara damai melalui mediasi di Polres Bengkalis. Meskipun demikian, Kepala Sekolah SMPN 11 Bengkalis tetap bersikeras mempertahankan keputusan pemberhentian terhadap ketiga siswa dengan alasan pelanggaran berat terhadap tata tertib sekolah dan tercatat dalam “buku hitam”

Tindakan itu langsung mendapat tanggapan dari Penjabat (PJ) Kepala Desa Kuala Alam dan PJ Kepala Desa Sungai Alam. Bersama perwakilan masyarakat dan didampingi Bhabinkamtibmas, mereka mendatangi pihak sekolah untuk meminta agar keputusan pemberhentian tersebut ditinjau ulang dan dicari solusi terbaik tanpa mencabut hak pendidikan anak.Namun permintaan tersebut tidak diindahkan. Pihak sekolah tetap kukuh pada keputusannya

Sementara hak untuk memperoleh pendidikan merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1), yang menyebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.sekolah tidak ada wewenang serta mertahanin memberhentikan peserta didik. Kepala sekolah tidak ada hak wenang memberhentikan atau mengeluarkan siswa secara sepihak.meskipun melakukan pelanggaran berat seperti mencuri.Tanpa rekomendasi dinas pendidikan

Ada mekanisme hukum dan administrasi yang wajib dilalui. Kepala terlebih dahulu wajib meminta rekomendasi dari dinas. Lebih lebih perkara tersebut telah dilakukan mediasi damai di depan pihak hukum. Maka tindakan kepala sekolah sangat lemah. terjadi Maladmitrasi menyalahgunakan wewenang, ungkapnya. Faktanya pihak sekolah SMP negeri 11 , tidak pernah menyampaikan ke dinas pendidikan bahkan koordinasipun tidak dilakukan

Keputusan ini dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, pasal 12 ayat (1), yang menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia wajib mengikuti pendidikan dasar. Artinya, sekolah tidak memiliki kewenangan untuk mencabut hak belajar anak, sekalipun siswa tersebut melanggar tata tertib sekolah.

Selain itu, tindakan kepala sekolah tersebut juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam pasal 1 ayat (1) disebutkan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian, tugas guru bukan menghukum dengan memberhentikan siswa, melainkan membina mereka agar menjadi lebih baik.

Pemerintah tidak melarang sekolah membuat peraturan/tata tertib sekolah beserta saksinya.Namun jika merujuk pada peraturan dan perundang-undangan tersebut tidak seharusnya sekolah mengeluarkan peserta didik dengan alasan melanggar tata tertib yang dibuat oleh sekolah.Peraturan tersebut adalah sebagai sebuah tekanan agar peserta didik lebih lebih disiplin bukan sebaliknya membuat tindakan yang berlawanan dengan peraturan dan perundang-undangan.

Sejumlah pemerhati pendidikan menilai keputusan SMPN 11 Bengkalis sebagai bentuk kegagalan lembaga pendidikan dalam menjalankan fungsi pembinaan karakter. Sekolah seharusnya menjadi ruang pembelajaran dan pembinaan moral, bukan tempat untuk menyingkirkan anak-anak yang berbuat kesalahan.

Tujuan utama pendidikan adalah membimbing segala potensi yang ada pada anak agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang dewasa, bertanggung jawab, dan berakhlak. Jika praktik pemberhentian siswa masih diterapkan, hal ini menunjukkan bahwa dunia pendidikan telah gagal menjalankan fungsi dasarnya sebagai sarana pembinaan manusia seutuhnya.

Tindakan mengeluarkan atau memberhentikan siswa dari sekolah justru berpotensi menimbulkan trauma psikologis dan memutus masa depan anak. Alih-alih memberikan efek jera, keputusan seperti ini bisa membuat anak kehilangan motivasi belajar dan terjerumus ke perilaku yang lebih buruk di luar sekolah.artinya sekolah tidak mampu mendidik siswa.

Para tokoh masyarakat di Bengkalis berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkalis segera turun tangan untuk mengevaluasi kebijakan tersebut. Pemerintah daerah diminta menegakkan kembali prinsip pendidikan yang berkeadilan, mendidik dengan kasih sayang, bukan dengan pemutusan hak belajar.

Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh negara. Tidak ada pihak mana pun, termasuk lembaga pendidikan, yang berhak mencabut hak tersebut dengan alasan apapun. Setiap anak, tanpa kecuali, berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar dan memperbaiki diri.

Kasus di SMPN 11 Bengkalis ini menjadi cermin penting bagi seluruh sekolah di Indonesia agar lebih bijak dalam memberikan sanksi kepada siswa. Pendidikan harus ditempatkan sebagai upaya memanusiakan manusia, bukan sekadar penegakan aturan yang kaku dan tidak berpihak pada masa depan anak.

Diharapkan ke depan, pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat dapat bekerja sama dalam menangani pelanggaran siswa secara lebih manusiawi. Mendidik berarti membimbing, bukan menghukum dengan menghapus hak belajar yang menjadi dasar bagi pembangunan karakter bangsa.terhadap tindakan tersebut dalam waktu dekat tim media dan beberapa LSM akan melaporkan ke Ombudsman

Liputan : wintoro