Jakarta – Ketegangan politik mengenai pengelolaan anggaran daerah memuncak setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, secara terbuka menantang Menteri Keuangan, Purbaya, untuk membuktikan klaimnya tentang adanya triliunan rupiah dana Pemda Jabar yang mengendap di bank.
Polemik ini menyentuh inti permasalahan efisiensi penyerapan anggaran di tingkat daerah.
Menkeu Purbaya sebelumnya menyoroti fenomena secara nasional, di mana sejumlah besar dana Pemerintah Daerah (Pemda) tidak segera dibelanjakan untuk program pembangunan, melainkan disimpan sebagai deposit di bank.
Purbaya secara spesifik menyebut dana Pemprov Jabar yang diduga mengendap mencapai Rp 4,17 triliun.
Menanggapi klaim tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi memberikan bantahan keras, menegaskan bahwa angka yang dipublikasikan Menkeu tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
“Kami datang ke sini (Kemendagri) untuk menjelaskan. Saya meminta Pak Menteri Purbaya untuk membuktikan data Rp 4,17 triliun itu.
Dana itu bukan mengendap tanpa peruntukan,” ujar Dedi.
Dedi menjelaskan bahwa sebagian besar dana yang diklaim mengendap merupakan dana-dana yang memiliki peruntukan khusus dan sedang dalam proses penyaluran atau pembayaran, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) atau dana yang baru masuk kas daerah.
Ia menekankan bahwa penyebutan angka tanpa konteks rinci dapat memicu persepsi negatif dan salah di masyarakat.
Polemik adu data antara dua pejabat tinggi ini kini menarik perhatian parlemen. Komisi II DPR RI berencana memanggil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan perwakilan Pemda untuk membahas solusi atas lambatnya penyerapan anggaran daerah.
Anggota Komisi II DPR mengusulkan agar Kemendagri dapat mengambil peran sebagai mediator untuk menjembatani perbedaan pandangan dan data antara Kementerian Keuangan dan Pemerintah Daerah.
Tujuannya adalah memastikan bahwa koordinasi antarlembaga berjalan lancar, sehingga triliunan rupiah dana APBD dapat segera disalurkan untuk mempercepat pembangunan dan memajukan kesejahteraan masyarakat di daerah.
(Red)







