Buseronlinenews

Diduga Adanya Pungutan di SMP Negeri, Puluhan Masyarakat Datangi Disdikbud Pati

PATI – Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lidik Krimsus RI mendatangi kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati untuk mempertanyakan adanya dugaan pungutan di lingkungan SMP Negeri, Jumat (2/2/2024).

Koordinator aksi dari Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) Lidik Krimsus RI, Slamet Widodo, S.H menyampaikan,” Dasar kedatangan kami ke Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati ini adalah adanya informasi dan observasi di lapangan dari lembaga dan media di beberapa SMP Negeri yang mana ditemukan adanya dugaan ada kegiatan terkesan terencana, terstruktur tentang adanya pungutan yang menarik iuran sukarela kepada orang tua atau wali murid. Beberapa diantaranya adalah di SMPN 1 Pati, SMPN 7 Pati, SMPN 5 Pati, SMPN 1 Tlogowungu, dan SMPN 1 Gabus.

“Kalau yang namanya sukarela tidak ada batasan besar kecil sumbangan, kalau sudah di tentukan secara psikologis dibebani oleh itu, karena sudah ada RAB yang ditetapkan, dengan total biaya yang cukup besar,” jelas Widodo

Widodo menyayangkan adanya temuan dugaan pungli ini. Pasalnya, dalam surat dari komite sekolah yang meminta sumbangan sukarela, disebutkan jumlah nominal. Ini yang dinilai oleh Widodo bukan merupakan sukarela lantaran dibebankan nominal tertentu.

“Kami tidak bisa menuduh karena ini baru dugaan. Tapi kalau mengarah dan tidak bisa dijelaskan Disdik, ini adalah dugaan pungli.

Iuran sukarela itu bagaimana, karena ketentuan disebutkan. Ini kan ada iuran yang sudah ditentukan berbeda dengan kata sukarela,” imbuhnya.

Tugas dari pemerintah adalah untuk menyiapkan sarana prasarana bangunan dan gedung. Ini tidak menjadi tanggung jawab orang tua wali murid,” ungkapnya.

Menanggapi apa yang disampaikan, Plt Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati Tulus Budihardjo didampingi Sekretaris Dinas Paryanto, S.Pd, M.M, dan Kabid Pembinaan SMP Fauzin Futiarso, menyebut jika Komite sekolah boleh menggalang dana atau iuran dari orangtua atau wali murid. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 tahun 2016 tentang Sumbangan di Satuan Pendidikan.

Terkait adanya nominal yang disebutkan, dirinya menyebut angka itu hanya asumsi kebutuhan, sehingga orang tua wali tidak wajib untuk membayar sepenuhnya.

“Yang namanya komite sekolah itu boleh menggalang dana. Ini hanya perkiraan kebutuhan, asumsi kebutuhan anggaran untuk suatu kegiatan. Ini bukan pemaksaan, karena yang namanya sumbangan ya sukarela,” sambung Tulus.

Dikatakannya, sumbangan sukarela semacam ini seringkali dilakukan oleh sekolah unggulan, sekolah-sekolah yang mempunyai murid banyak. Karena murid banyak maka tuntutan lebih banyak. Faktor ini disinyalir menjadi penyebab banyaknya kebutuhan anggaran untuk pelaku kegiatan sekolah.

Tidak ada iruan karena dianggap kurang menarik. Justru di sekolah yang muridnya banyak itu tuntutannya juga banyak, ” ungkapnya.

Disampaikannya, sumbangan yang dihimpun dari orang tua wali murid melalui Komite sekolah agar tidak ditentukan jumlah nominalnya, waktu tidak mengikat, tidak dibatasi waktunya, kurang tidak apa-apa, tidak menyumbang sukarela juga tidak apa-apa.

“Jangan sampai ada nominal tertentu yang dapat dipahami suatu kewajiban. Jangan sampai ada penyimpangan-penyimpangan, ada kegiatan mengada-ada, semaunya. Harus dengan transparan.Keberatan orang tua wali murid perlu dievaluasi, ” tegasnya.

Kita akan mengawasi, apa yang perlu dievaluasi. Semua ingin proses pendidikan berjalan dengan baik tanpa membebani sesuatu yang bersifat memberatkan.Jika ada perilaku tidak mengenakan akan menjadi teguran dinas,” pungkasnya.

(hery)