BuseronlineNews.com // Kab. Buru – Memilih pemimpin berkualitas tanpa politik uang dalam Pilkada sangat diharapkan bagi seluruh peserta calon bupati dan wakil bupati Buru, calon walikota dan wakil walikota maupun calon gubernur dan wakil gubernur bagi masa depan yang gemilang. Namlea, 22 November 2024
Pemilihan umum (Pemilu) dan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali merupakan momentum istimewa dalam demokrasi Indonesia.
Ajang ini menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang dapat mengubah dan memajukan daerah mereka kedepan
Di kabupaten buru pada khusus nya pemilihan umum terasa begitu kental, mulai dari antusiasme dalam mengikuti kampanye hingga kehadiran warga di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Namun, di tengah semangat demokrasi tersebut, muncul persoalan klasik yang terus menjadi tantangan, yaitu politik uang.
Praktik ini tak hanya melanggar etika demokrasi, tetapi juga mengancam kredibilitas hasil pemilihan yang seharusnya berlandaskan aspirasi murni rakyat.
Ketua LSM Ekologi Pembangunan Chairul Syam mengatakan aksi politik uang tidak sesuai dengan acara agama Islam sebab, perilaku curang, termasuk sogok-menyogok dianggap sebagai dosa besar dalam ajaran agama Islam.
Untuk itu, ia mengingatkan kepada masyarakat bahwa perbuatan tersebut dapat membawa akibat buruk di dunia dan akhirat.
Seiring dengan dampak dunia dan akhirat tersebut, ia mengimbau masyarakat Kabupaten buru untuk menjaga keamanan dan ketertiban guna mewujudkan pemilihan umum damai.
“Banyaknya hal dipertanggung jawabkan tersebut membuat setiap tindakan terutama terkait pesta demokrasi harus diperhitungkan matang-matang jangan sampai merugikan tetapi membawa maslahat,” kata dia.
Maka dari itu, ia mengingatkan pentingnya masyarakat yang memiliki hak suara untuk dapat menggunakan hak suara dalam pemilihan umum dengan tidak golput sebagai bentuk tanggung jawab beragama dalam memilih pemimpin.
Kemudian, ia mengimbau partai politik, tim sukses, relawan, peserta dan pelaksana pemilihan umum untuk tidak menggunakan politik uang, kampanye hitam, kecurangan, penipuan, fitnah, hoaks atau berita tidak benar dan ujaran kebencian karena perbuatan tersebut diharamkan dalam agama.
Menjadi tanggung jawab juga, lanjut dia, bagi partai politik, tim sukses, relawan, peserta dan pelaksana pemilu untuk memberikan pendidikan politik yang benar agar pemilihan umum berkualitas dan bermartabat, termasuk menghindari politik uang
Terkait dengan politik uang ini sudah merupakan fenomena sebagai “budaya” yang telah mengakar dalam setiap pemilu
Fenomena ini bukan sekadar isu moral, melainkan ancaman nyata bagi prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan dan kejujuran.
“Namun karena ada politik uang, kita terkadang memilih bukan karena (kualitas dan kompetensi) figur, tetapi karena uang atau barang (yang ditawarkannya),” ujarnya.
Dalam banyak kasus, politik uang tidak hanya berbentuk uang tunai, tetapi juga dalam bentuk barang yang diberikan kepada masyarakat agar memilih kandidat tertentu.
Politik uang menciptakan ketimpangan dalam kompetisi pemilu, sebab kandidat dengan dana melimpah memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan suara dengan cara ini, sementara kandidat dengan ide atau program kerja yang kuat namun tanpa dana besar akan sulit bersaing.
Hal ini, menurut Syam merusak makna pemilu sebagai wadah pencarian pemimpin terbaik yang memiliki visi untuk memajukan daerah.
Dirinya mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan politik uang terus terjadi di setiap pemilu, terutama di kabupaten Buru. Salah satu faktor utama adalah kondisi ekonomi masyarakat dan menurunnya kepercayaan pemilih terhadap perwakilan atau pemimpin tambahnya
Sebagian besar masyarakat kelas menengah ke bawah masih rentan terhadap tawaran insentif, yang kemudian menjadi faktor yang memengaruhi keputusan memilih.
Saat kampanye berlangsung, masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi lebih mudah tergoda oleh iming-iming materi dari pada mempertimbangkan visi dan misi kandidat.
Selain faktor ekonomi, kurangnya pendidikan politik juga berkontribusi besar dalam masalah ini. Banyak pemilih pemula atau masyarakat umum yang belum memahami pentingnya memilih berdasarkan program kerja dan visi kandidat, bukan semata-mata karena pemberian materi.
Akibatnya, politik uang yang awalnya hanya terjadi dalam bentuk kecil kini semakin meluas dan dianggap wajar.
“Politik uang ini sulit untuk dibuktikan, sama dengan halnya korupsi yang tercium tapi tidak terlihat. Analogi sederhananya seperti orang buang angin, berbau tapi tidak terlihat,” Tutup Syam
( Red)