BuseronlineNews.com // JAKARTA – Organisasi Maluku Utara Bersatu (MUB) dengan tegas meminta Presiden Jokowi Menutup Persuahaan Tambang yang Nakal, pernyataan ini disampaikan usai diskusi bersama Pihak Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan MUB yang diwakili 10 orang pengurus, Gedung ESDM, Thamrin, Jakarta Pusat, 30/7/2024.
“2018 PT. IWIP beroperasi, tidak pernah banjir, banjir ini sejak 2019, 2020 sampai 2024,” ujar ketua umum MUB, O. H. Sero di depan para jurnalis.
Sebagaimana diketahui banjir besar melanda Halmahera Tengah menenggelamkan sejumlah desa di Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, Minggu (21/7/2024) subuh. Banjir akibat luapan Sungai Kobe ini berlanjut hingga Selasa (23/7/2024). Ruas jalan di kawasan industri PT IWIP dan ruas jalan di Sagea – Gemaf tepatnya di Jembatan Air Gemaf masih tergenang banjir. Desa Lukolamo terendam air hingga setinggi 2 meter. Desa ini terbilang paling parah.
Menurut sejumlah warga, dilansir, mongabay.co.id, banjir yang terjadi di Lelilef, Lukolamo, Trans Kobe dan Gemaf, Sagea hingga trans Waleh di Weda Utara itu karena dampak dari aktivitas tambang.
“Dulu di Lukolamo sering banjir tapi warna airnya beda dengan sekarang,” kata M. Ridwan warga Lukolamo yang dihubungi Selasa (23/7/2024). Dia bilang banjir saat ini airnya warna coklat pekat karena sedimen material dari aktivitas tambang.
Terkait bencana banjir yang menurut pihak MUB bukanlah diakibatkan karena curah hujan yang tinggi melainkan penggundulan hutan (deforestry), O.H. Sero menyampaikan dengan tegas,
“Jika ada perusahaan -perusahaan tambang yang nakal, kami minta kepada Presiden Jokowi untuk menutup,” ujarnya.
Karena dikatakan O. H. Sero, perusahaan tambang tersebut hanya membuat susah masyarakat di kabupaten-kabupaten di Maluku Utara, Halmahera Tengah.
Selain itu Sero juga meminta pihak PT. IWIP bertanggung jawab penuh atas musibah tersebut.
Sementara Menurut WAlHI:
- Banjir besar terjadi karena dampak dampak dari aktivitas tambang terbukti dari luapan air sungai yang berwarna coklat pekat membawa endapan material tanah dan tambang
- Walhi Maluku Utara menyimpulkan bahwa bencana banjir terjadi disebabkan deforestasi dan degradasi hutan dari masifnya pemberian izin konsesi pertambangan nikel oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara dan pemerintah pusat tanpa mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan.
- Analisis Walhi Maluku Utara dari tahun 2001 keberadaan hutan primer seluas 188.000 hektar atau 83 persen areal kawasan Halmahera Tengah. Saat ini telah mengalami deforestasi seluas 26.100 haktare dan terus naik seiring aktivitas pembukaan lahan untuk pertambangan nikel.
Hutan Menghilang
Analisis Walhi Maluku Utara dari tahun 2001 keberadaan hutan primer seluas 188.000 hektar atau 83 persen areal kawasan Halmahera Tengah. Saat ini telah mengalami deforestasi seluas 26.100 haktare dan terus naik seiring aktivitas pembukaan lahan untuk pertambangan nikel.
“Pembukaan areal kawasan hutan termasuk kawasan daerah aliran sungai secara sporadis dan masif untuk pengambilan material ore nikel oleh perusahaan yang beroperasi menyebabkan hilangnya kawasan buffer zone sehingga ketika terjadi intensitas hujan yang tinggi. Hutan tidak lagi menahan laju kecepatan air bercampur material tanah serta material logam ke wilayah dataran rendah di wilayah pesisir terutama yang saat ini terendam banjir seperti Desa Woejerana, Desa Woekob, Desa Lelilef Waibulen dan Desa Lukolamo,” jelas Direktur Walhi Maluku Utara Faisal Ratuela.
“Jumlah izin pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Tengah berjumlah 24 IUP dengan luas konsesi 37.952,74 Ha dan yang terluas ijin konsesinya adalah pertambangan nikel milik PT. Weda Bay Nikel (Kawasan Industri Nikel PT. IWIP) seluas 45.065 Ha,” lanjutnya.
FAISAL juga bilang ada indikasi tidak ada keseriusan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara terutama Dinas Lingkungan hidup, Dinas Kehutanan, dan Dinas ESDM menyikapi bencana banjir.
Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara dalam menghadapi situasi bencana banjir yang terjadi tidak bersandar pada data pasti terkait jumlah warga yang terkena dampak bencana banjir di empat desa di kecamatan Weda Tengah sehingga dipastikan model penanganan terhadap korban bencana akan mengalami kendala dan masalah dan berpeluang menimbulkan korban akibat dari keterlambatan dalam melakukan evakuasi.
Desakan Walhi
Desakan Walhi Maluku Utara kepada Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara dan Negara ini berdasarkan situasi dan kondisi bencana ekologis di empat desa di Kecamatan Weda Tengah yang berpeluang meluas ke empat desa di Kecamatan Weda Utara Kabupaten Halmahera Tengah.
“Pemkab Halteng segera menetapkan status darurat bencana di Kabupaten Halmahera Tengah dan segera menambah personil tanggap darurat dan posko di lokasi yang terkena dampak banjir. Mengevakuasi warga yang terisolasi di desa Woejerana, Woekob, Kulo Jaya dan Kobe Kulo. Terutama lansia, perempuan dan anak-anak,” katanya.
WALHI juga mmendesak Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia segera mengambil langkah tegas menghentikan aktifitas investasi pertambangan nikel yang masih beroperasi saat kondisi banjir sedang berlangsung karena melanggar prinsip kemanusiaan dan tidak menghargai hak asasi manusia pekerja dan warga yang saat ini sedang menderita kerugian moril dan materil akibat bencana banjir.
“Untuk Pemerintah Pusat segera mendesak pihak perusahan tambang yang beroperasi di wilayah yang terkena banjir segera memberikan seluruh dukungan materil menanggulangi korban bencana banjir terutama bantuan evakuasi korban di desa yang masih sulit diakses. Bantuan pelayanan kesehatan dan kebutuhan dasar yang mendesak dan sangat dibutuhkan lainnya secara menyeluruh di setiap desa,” katanya.
(OVL).