
Buseronlinenews.com-Mahkamah Agung RI (MA) menegaskan bahwa Perma Nomor 1 tahun 1956 masih berlaku. Peraturan mengatur sengketa perdata di dahulukan sebelum mengadili pokok perkara.
Perma Nomor 1 Tahun 1956 merupakan upaya Mahkamah Agung (MA) mengisi kekosongan hukum perihal prejudicieel geschil yang pada waktu itu belum terakomodir dalam hukum acara pidana.
Prejudicieel geschil merupakan masalah yang harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum mulai mengadili pokok perkara. Dia mengatakan dengan prejudicieel geschil masalah hukum perdata bisa diselesaikan tanpa harus menempuh jalur hukum pidana.
Menurut Kamus Fockema Andrea (1983:410), prejudicieel geschil adalah masalah (biasanya perdata) yang harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum dapat mulai mengadili pokok perkara. Dibedakan antara question pre judicielles a l action (masalah dipecahkan lebih dahulu sebelum bertindak) dan question prejudicielles au judgement (masalah dipecahkan dahulu sebelum mengambil keputusan). Sebab itu sengketa kasus pidana tidak bisa di dahulukan sebelum kasus perdata diselesaikan terlebih dahulu.
Penerapan Perma nomor 1 tahun 1956 dapat dilakukan sejak perkara dalam proses penyelidikan atau penyidikan. Adapun penangguhan tersebut memberikan keuntungan bagi para penegak hukum dalam efektivitas dan efisiensi proses penyelidikan/penyidikan.
Adapun mekanisme penyelesaian perkara berdasarkan ketentuan Pasal 1 Perma Nomor 1 tahun 1956 adalah sebagai berikut:
“apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu”
Penangguhan perkara tersebut tidak dapat diterapkan pada semua perkara, tetapi hanya terbatas pada perkara terkait sengketa pengadilan yang timbul dari sengketa yang di periksa; sementara pengadilan yang memeriksa tidak berwenang untuk memutus perkara tersebut; sehingga diperlukan pengadilan lain yang berwenang terlebih dahulu (prejudicial geschil) sebagaimana dimaksud dalam SEMA nomor 4 tahun 1980-prejudiciel a l’action (perbuatan pidana tertentu yang disebut dalam pasal 284 KUHP dan question prejudicial au jugement yang menyangkut permasalahan yang di atur dalam pasal 81 KUHP).
Pasal tersebut memberikan kewenangan (bukan kewajiban) kepada Hakim Pidana untuk menangguhkan pemeriksaan dan menunggu keputusan Hakim Perdata.
Pertimbangan dan Praktik Penerapan Perma 1 tahun 1956
Di tengah banyaknya perdebatan antara ahli hukum, penegak hukum, maupun para praktisi hukum, penangguhan tersebut seharusnya berlaku sebagai kewajiban, khususnya dalam perkara yang melibatkan hak kebendaan (kepemilikan). Apalagi dalam proses penyidikan, kepolisian diberikan wewenang untuk melakukan upaya paksa yang tentu saja akan merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara pidana.
Permasalahan lain yang terjadi di dalam praktik adalah di tahap mana penerapan penangguhan dapat dilakukan. Meskipun Perma 1 tahun 1956 ini merupakan peraturan pelaksana Undang-Undang yang bersifat internal dan hanya berlaku bagi peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam proses penuntutan, tetapi dalam proses penyelidikan/penyidikan, penyelidik/penyidik tetap dapat mempertimbangkan penangguhan sementara dengan dasar Perma 1 tahun 1956 ini.
Dapat disimpulkan jika Penerapan Penangguhan Perma 1 tahun 1956 ini memberikan keuntungan bagi para penegak hukum dalam hal efektivitas dan efisiensi dalam proses penyelidikan / penyidikan. Namun, penangguhan tersebut tentunya memberikan ketidakpastian terhadap suatu proses penegak hukum, mengingat lingkup Perma 1 tahun 1956 hanya terbatas pada proses penuntutan di lingkungan pengadilan.
Demi kepastian para pihak yang berperkara, pemerintah melalui para pembuat undang-undang sudah seharusnya membuat aturan yang menjelaskan mekanisme penangguhan perkara pidana karena adanya suatu sengketa perdata.
Opsi lain yang dapat diambil adalah para penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan dapat membuat suatu kesepatakat bersama yang menyepakati dan mengatur pada tahap mana penangguhan perkara ini dapat dilakukan.
Kuningan, 5 Juli 2024
Hormat kami,
Kantor Hukum
“BAMBANG LISTI LAW FIRM”
Advocates, Kurator, Mediator bersertifikasi MA RI Nomor 93/KMA.SK/VI/2019 & Legal Consultant Hukum
Leave a Reply