Kudus- Eksekusi tanah dan bangunan seluas 218 meter di Desa Tanjungkarang, Kecamatan Jati, Kudus, Jawa Tengah berakhir dengan penundaan.
Hal ini lantaran pihak dari Sutrisno yang diwakili oleh kuasa Mahasin Rohman keberatan dengan eksekusi yang akan di lakukan oleh pihak Shony Wardana yang juga di wakili oleeh kuasa hukum Gozali dianggap premanisme.
“Kalau itu dilaksanakan itu premanisme, karena tidak ada koridor hukum yang diikuti,” katanya.
Menurutnya, sengketa itu harus terdaftar, jika belum terdaftar maka pihak yang ingin mengeksekusi harus mendaftarkannya ke Pengadilan Negeri (PN) untuk gigitan pengosongan.
“Memang belum didaftarkan, yaa memang mereka harus mengajukan untuk gugatan pengosongan ke pengadilan,” jelas dia
Jika dari pihak mereka, mengeksekusi atas dasar dari kesepakatan saja, ia menganggap negara ini akan rusak.
“Sekarang kalau kesepakatan jadi eksekutor rusak negara kita, kalau kesepaktan jadi eksekutir dari mana dasar hukumnya? Yang jelas kami keberatan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum Shony Wardana, Gozali membawa beberapa foto copy akta jual beli yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.
Ia menjelaskan, jika sertifikat perubahan sudah dilakukan pada tahun 2020.
Awal dari sengketa, yaitu pinjam meminjam yang dimana maksudnya itu akan meminjam ke pihak koperasi Kemenag tahun 2019 tapi tidak bisa, karena Sutrisno bukan bagian dari anggota.
Karena bukan dari anggota koperasi, Shony (pegawai koperasi) yang merupakan kliennya itu menolak.
“Saya (Sony) mau membeli rumah anda kata pak Sony saat itu,” katanya.
Kemudian Sony meminjam uang ke koperasi untuk membeli rumah milik Sutrisno. Dari situlah terjadi kesepakatan jual beli diantar keduanya.
Ketika sudah terjadi jual beli, ada permintaan dari pihak Shony ke Sutrisno untuk segera mengosongkan rumah.
“Setalah jual beli rumah Sutrisno meminta waktu tenggat untuk pergi. Shingga klinnya itu memberikan waktu hingga beberapa kali,” jelas dia.
Setelah itu, pihaknya masuk sebagai kuasa hukum Shony Wardana, dan akhirnya mengambil langkah ke jalur hukum dan terjadilah kesempakatan.
“Dia meminta lagi waktu 6 bulan untuk bisa membeli kembali rumah itu,” ucapnya.
Dari waktu yang sudah disepakati, ternyat Sutrisno tidak mampu membeli kembali rumah tersebut. Akhirnya terjadi eksekusi ini.
Berhubung pihak Shony masih memiliki hati nurani, akhirnya pihaknya yang mewakili memberikan waktu kembali hingga tanggal 9 Juli 2022.
“Kami masih punya hati nurani. Akhirnya dari perintah pak Sonya kami membatalkan eksekusi ini. Dan memberikan waktu sampai 9 Juli,” tandasnya.
( JIMMY)