Buseronlinenews.com – Ketika kenangan indah akan kita lalui, berbagai kegiatan positif dan penuh hikmah; buka bersama, bagi-bagi ta’jil, tarling, tadarusan, menanti lailatul qodar dan berbagai kegiatan bernuansa islami.
Apakah justru kita akan menjadi euforia ketika bertemu dengan hari lebaran atau hari raya idul fitri ini, malah menjadikan momentum kegembiraan yang berlebihan; pesta pora, membeli pakaian beraneka mode, pesta komunitas, pesta keluarga berlebihan dan lain-lain, dimana sikap dan perilaku ditumpahkan dengan gaya hedonis, konsumtif dengan pelampiasan nafsu dan hasrat yang tidak menunjukkan seorang yang beriman, sederhana, bersahaja dan penuh kerendahan diri.
Hari raya Idul fitri merupakan hari kemenangan bagi seluruh umat muslim di dunia, karena menjadi puncak ibadah puasa Ramadan bagi umat muslim. Kita telah digembleng selama satu bulan penuh dengan berbagai kegiatan dan diberi motivasi jiwa dalam memaknai esesnsi dan hakikat ramadhan. Itu semua sebagai modal dasar untuk meningkatkan keimanan dalam menghadapi kehidupan selama 11 bulan kedepan dan nanti ketemu lagi bulan ramadhan yang akan datang.
Sependek apapun waktu, walaupun hitungan hari menuju akhir Ramadhan, itu adalah peluang untuk merekonstruksi niat dan amalan ibadah masing-masing. Barangkali kita masih lalai atau lupa bahwa tidak ada istilah telat dalam merindu magfirah, tidak ada istilah malu karena banyak dosa hingga tidak ada keinginan untuk merengkuh cintanya Allah. Bukan Allah maha penerima taubat? Bukankah bagi Allah tidak ada yang susah untuk merubah sifat, perilaku dan tabiat hambanya dari yang jelek menjadi baik? bukankah Allah Maha pengampun lagi maha penyayang atas hamba-nya?
Itulah sketsa dialektika Idul Fitri, sebagai renungan kita dalam menyongsong akhir ramadhan, agar kita sama-sama saling mengingatkan dan saling meluruskan dan saling melengkapi sebagai perwujudan ukhuwah islamiah diantara kita.
Untuk mengetahui posisi kita nanti di akhir ramadhan, alangkah baiknya kita perhatikan dua hadist ini;
“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan keimanan dan ihtisab/terprogram, maka diampuni dosanya yang telah berlalu. (Bukhori Muslim)
“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya tersebut, kecuali hanya rasa lapar dan dahaga saja.” (Ath-Thabrani).
Renungan:
Apa yang akan kita dapatkan di akhir episode ramadhan ini?
Adakah perubahan pada diri kita atau tetap seperti dulu?
*Penulis: dosen dan pemerhati media pers. Per.Jabar*